Jambi - Linggau - Padang, Perjalanan Panjang, Menyenangkan atau Melelahkan
Rabu, 3 September 2025 setelah pengambilan gambar pelepasan kontingen tenis putra putri di halaman kantor, penulis dengan driver Daeng demikian panggilan hariannya dan ditemani Plt Sekretaris PTA Jambi pak Zainal A Kadir, siap menjalani perjalanan jauh, menjelajah tiga belas kabupaten dan kota, menapaki tiga provinsi yaitu Jambi, sebagian Sumatera Selatan dan sebagian Padang. Jam menunjukkan pukul delapan tiga puluh, saat kendaraan meninggalkan halaman kantor. Selepas keluar kota Jambi mengambil jalur alternatif masuk perumahan Citraland, sepanjang jalan disuguhi kebun sawit. Secara umum jalan yang dilalui kondisinya bagus relatif datar tidak ada tanyakan dan tiduran berarti. Sekitar jam 10 tiba di PA Muara Bulian, tidak banyak kegiatan dilakukan di PA Bulian, hanya meninjau kantor dan bertemu seluruh keluarga besar PA, sembari memberi masukan untuk memberi layanan terbaik bagi pencari keadilan. Setelah mengabadikan foto bersama di serambi kantor, penulis melanjutkan perjalanan ke Sarolangun.
Perjalanan dari Muara Bulian ke Sarolangun lebih jauh dibanding Jambi ke Muara Bulian, kurang lebih menyita waktu dua jam. Sebelum ke kantor PA Sarolangun, tepat adzan diukur berkumandang, pak Zainal mengajak mampir ke kedai warung makan, Paoh demikian pak Plt Sekretaris menyebut (kalau tidak salah), untuk mengisi perut dilanjutkan sholat dzuhur di masjid besar Sarolangun. Setelah mengelilingi kantor dan meninjau tiap ruangan, Ketua meminta penulis untuk mengisi podcast kurang lebih 15 menit dan kunjungan ini diakhiri dengan foto bersama dengan seluruh aparat peradilan dengan latar belakang kantor PA Sarolangun. Kira-kira jam dua siang penulis bersama pak Zainal dan Daeng melanjutkan perjalanan menuju kota Lubuk Linggau (Sumatera Selatan) menghadiri acara keluarga Pak Dirjen. Perjalanan dengan trek lurus ditempuh sekitar tiga jam dari Sarolangun ke Lubuk Linggau jam lima sore sampai di rumah tujuan. Disambut ibu Dirjen kami tiba rumah beliau tidak lama kemudian pak Dirjen tiba dengan diiringi KPTA, WKPTA Palembang dan rombongan pemain PTWP Palembang. Kami dan rombongan dari PTA Palembang berdiskusi dengan topik hasil Rapim MA, yang baru selesai dibahas pagi hari. Setelah sholat maghrib dan jamak dengan sholat isya, kami mohon diri untuk melanjutkan perjalanan menuju Muara Bungo. Tepat adzan isya berkumandang kami dari PTA Jambi dan rombongan PTA Palembang meninggalkan rumah pak Dirjen.
Sepanjang perjalanan, karena malam hari, praktis kami tidak bisa menikmati pemandangan kiri kanan jalan, sampai di Sarolangun KPA dan Panitera, Sekretaris mengajak untuk istirahat sambil menikmati kopi, tapi khawatir kurang istirahat, kami langsung melanjutkan perjalanan ke Muara Bungo, mata mulai ngantuk, keletihan mulai terasa. Disertai konvoi truk-truk pengangkut batu bara sepanjang perjalanan, menjadikan rasa kantuk hilang. Daeng harus berpacu mendahului truk-truk bermuatan batu bara. Saat penulis melihat jam tangan, jam telah menunjukkan pukul 24.00 dan ternyata kami telah sampai (kota) Bangko. Karena tengah malam, kami idak terlalu memperhatikan wajah kota, apalagi disertai rasa kantuk. Kami paksakan untuk tidur meskipun tidak bisa lelap. Ternyata kami tertidur dalam perjalanan malam itu, saat kami terbangun, Daeng dengan pelan membawa memutar balik menuju hotel, kami telah sampai di hotel Amaris. Sontak penulis lihat jam telah menunjukkan pukul 01.30. Artinya perjalanan Lubuk Linggau ke Muara Bungo menghabiskan waktu kurang lebih enam jam. Hari pun telah berganti, kami baru bisa istirahat untuk melemaskan badan dengan berbaring dan tentu untuk tidur sungguh, karena besoknya akan meneruskan ke Padang (Sumatera Barat).
Body mobil tampak dipenuhi debu tanah, Daeng belum merasa lega, jika belum glowing kita minta tolong pegawai PA Bungo esok untuk mencuci, ternyata Daeng sendiri turun tangan.
Audiensi dengan Wakil Bupati Muara Bungo
Kamis 4 September jam enam pagi, kami sudah di tempat sarapan karena harus segera siap melanjutkan perjalanan. Sesuai rencana jam tujuh pagi kami ditenani KPA Bungo, Sejretaris dan Panitera sudah diterima Wakil Bupati, di rumah dinas Bupati yang megah, kurang lebih satu jam kami bincang-bincang dan audiensi sangat cair, karena kita semua sesama alumni pesantren bahkan Pak Wakil Bupati alumni PP Lirboyo Kediri. Dari rumah dinas Wabup kami mampir ke PA Muara Bungo, penulis terkesan dengan kebersihan kantor setelah keliling dalam ruangan maupun luar ruangan. Tentu kami mengabadikan foto bersama dengan seluruh aparat peradilan di depan kantor. Sejak di PA Muara Bungo inilah penulis menyuruh untuk mengganti plat nomor mobil yang semula BH 5 diganti MA 8 A5, diinisiasi sesuai dengan nomor polisi khusus untuk warga peradilan.
Informasi yang kami terima, Muara Bungo menuju Padang ditempuh berkisar 6 jam perjalanan. Kurang lebih jam sembilan pagi kami meluncur menuju Padang, satu jam perjalanan baru bertemu batas wilayah antara provinsi Jambi dan Sumatera Barat. Gapura selamat datang Sumatera Barat pun terbaca, masuklah kami pertama kali ke bumi Minang lewat pintu Darmasraya, sebuah kabupaten di timur bagian selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi. Beberapa puluh kilo mulai kita bertemu dengan bukit dan jalan berkelok. Sampai tengah hari masih di Darmasraya kami pak Zainal ngajak istirahat makan siang, perjalanan dilanjutkan sampailah kami melewati kota Solok, kemudian Kabupaten Solok dan kira-kira jam lima sore kita parkir mobil di sebuah masjid untuk sholat dzuhur dan asar jamak takdir. Penulis sempat nanya ke warga desa apa dan dijawab, daerah Lubuk Selasih, Kabupaten Solok. Selepas sholat kembali Daeng memacu kendaraan, akan tetapi baru beberapa ratus meter langsung menghadapi medan berkelok dengan tanjakan dan turunan tajam. Inilah bagian dari Bukit Barisan yang menandai sisi barat Sumatera memanjang dari Lampung sampai Aceh. Masih di turunan dan kelakuan tajam, penulis membaca selamat datang kota Padang terus menurun terbaca Indarung, pabrik semen Padang ada di sisi kanan jalan, terus menelusuri kota Padang, akhirnya sampai di My All Hotel sekitar jam enam sore, artinya perjalanan Bungo Padang yang diperkirakan 6 jam, ternyata sampai 9 jam. Hotel itu menghadap langsung samudera Indonesia, cukup memanjakan mata dan terdengar deru ombak dari kamar peristirahatan. Tidak berlama-lama kami harus bersih-bersih langsung mandi karena jam 19.30 kami akan menerima pembinaan dari pimpinan Mahkamah Agung di Pengadilan Tinggi Padang. Pembinaan disampaikan oleh para YM empat Tuaka, yaitu Tuaka Tun (Prof. Yulius), Tuaka Agama (Dr. Yasardin), Tuaka Pidana (Dr. Prim) dan Tuaka Militer (Dr. Dodi). Tanpa terasa pembinaan berlangsung sampai jam 10 malam, karena alasan untuk pembukaan pertandingan tenis, pembinaan dipersingkat. Kami praktis baru bisa istirahat setelah itu.
Karena pembukaan tenis berlangsung di kota Pariaman mulai pukul 07.00, jam 05.30 hotel telah menyiapkan breakfast lebih cepat dari hari biasa. Jam enam pagi kami sudah menuju komplek lapangan di Pariaman, karena memerlukan perjalanan 45 menit dari hotel.
Acara pembukaan dan pertandingan, penulis telah ulas pada tulisan kemarin. Hari itu jiga tanggal 5 September penulis menonton langsung pertandingan tim putra. Kesempatan yang langka juga penulis sempatkan ke pantai berpasir Pariaman sepanjang mata memandang tidak lupa mampir ke Pasia Taluak sebuah rumah makan yang memanjakan lidah pengunjung.
Hari ketiga 6 September, Sabtu penulis menyemangati tim putri bertanding di lapangan inoor UNP Padang, setelah memastikan berhasil masuk final, dalam seka-seka waktu yang sempit setelah menerima saran, penulis harus ke Bukitinggi, tanpa pikir panjang jam sepuluh kami cabut menuju Bukittinggi. Menuju kota Bukittinggi melalui jalur arteri butuh waktu 2 jam, cukup lama. Dengan melewati cagar alam lembah Anai, jalan kelok naik turun memanjakan mata, masih menyisakan nuansa hutan. Tapi yang menarik penulis melihat sisa-sisa rel kereta dengan jembatan yang dihiasi rumput dan ilalang, peninggalan kolonial dengan melintas sungai dan menembus bukit-bukit, tentu akan menarik jika jalur kereta itu dihidupkan kembali seperti di Jawa. Jalan terus menanjak dan berkelok terbaca oleh penulis, kabupaten Tanah Datar, naik terus sampailah ke gerbang kota Padang Panjang dan akhirnya sampai di Bukittinggi, sebelum tiba di pusat kota Daeng dan pak Zainal mengajak singgah di rumah makan Sasalero (kalau tidak salah). Setelah terisi meneruskan perjalanan, ke mana lagi kalau bukan ke ikon Bukittinggi, jam gadang sebuah land mark yang sangat terkenal di kota Bukittinggi, di situlah tumpah ruah wisman dan wislok, dengan segala perilakunya tentu yang paling fenomenal pengambilan gambar. Tentu penulis juga ikut-ikutan kesempatan langka ini, juga tidak ketinggalan mengambil gambar berlatar museum bung Hatta. Tidak berlama-lama kami di Bukittinggi, karena mengejar pertandingan semi final putri di UNP. Sempat salah jalan pulangnya tapi membawa berkah karena kami sholat di masjid jami, yang halaman dan tempat wudlu dikelilingi kolam ikan, sempat membeli pakan ikan dan mebaburkan ke kolam, senang melihatnya.
Saat pulang mengambil jalan lain dan untuk mempercepat kami lewat tol, sampai di Padang masih sempat melihat pertandingan semi final putri melawan PTA Bengkulu.
Minggu, tanggal 7 pagi semula berniat menonton pertandingan semi final dan final putra putri, tetapi sempat hujan sehingga final dilaksanakan siang hari. Penulispun memutuskan untuk langsung melanjutkan lewat Sungai Penuh, masih disertai hujan rintik, sambil pulang ke Jambi, kini mengambil jalur Lubuk Selasih belok kanan ke jalur Sungai Penuh, tidak lagi lewat Kota Solok. Masih dengan kelok tajam, kita terus naik ke atas, disuguhi pemandangan bagus ada danau atas dan danau bawah di Kecamatan Danau Kembar, keduanya masuk wilayah Kabupaten Solok, hutan tropis menghiasi jalur menuju ke selatan sampai ke perbatasan Kabupaten Solok Selatan, melewati kecamatan Pantai Cermin sebuah nama pantai tapi justru daerah berbukit, sampai akhirnya kita berhenti di Muara Labuh, untuk makan siang. Ada yang menarik bagi penulis di Muara Labuh, banyak dijumpai rumah bagonjong yang sudah lama bahkan penulis perhatikan kayu dan papannya mulai lapuk. Perjalanan masih jauh sampailah ke pusat kabupaten Solok Selatan di Padang Aro, terus melintas sampai ke perbatasan Sumbar Jambi.
Memasuki Kabupaten Kerinci, penulis sempat membaca jarak ke kota Sungai Penuh 63 km, cuaca tetap mendung, harapan dapat menikmati gunung Kerinci, sampai Kayu Aro tetap tidak tampak puncak gunung selalu diselimuti awan. Padahal tujuan utama penulis lewat Sungai Penuh hanya ingin mengabadikan moment langka itu. Meskipun demikian penulis puas masih disuguhi hamparan hijau kebun teh Kayu Aro yang sepengetahuan penulis kebun teh terluas di seluruh Indonesia.
Beristirahat di masjid komplek pabrik teh Kayu Aro, kami sholat Dzuhur dan Asar di sana, kami tiba di penginapan di Sungai Penuh jam lima sore.
Senin, pagi pembinaan di PA Sungai Penuh, bertempat di ruang sidang dan diikuti seluruh pejabat dan pegawai PA. Diakhiri foto bersama di halaman gedung PA Sungai Penuh.
Perjalanan panjang penulis berakhir di PA Bangko, tiba jam 14.00 siang mampir makan siang dilanjutkan pembinaan di PA Bangko, mengakhiri kegiatan penulis berfoto bersama dengan Ketua , wakil dan hakim serta seluruh karyawan karyawati di teras gedung PA.
Perjalanan Melelahkan tapi Menyenangkan
Sebelum masuk Muara Bulian sekitar jam setengah tujuh, kami meminggirkan kendaraan untuk merapat ke masjid di Tembesi, melaksanakan sholat maghrib isya. Sampai di Muara Buluan yang pertama dicari tentu kedai makan, pak PLT Sekretaris ini paling tidak bisa menahan lapar dalam candaannya.
Perjalanan enam hari lewat darat menembus tiga provinsi dan 14 kota dan kabupaten, sungguh melelahkan, tapi pengalaman dan pemandangan yang dinikmati di tiga provinsi terbayar lunas.
Lebih dari itu hanya puji dan syukur kita harus kita panjatkan, selama perjalanan itu kita dalam kondisi sehat dan kendaraan yang membawa kita tidak bermasalah, hampir tidak dijumpai kendala di Perjalanan apa lagi dua ajudan Daeng dan pak Zainal bisa saling bergantian menyetir dari kota satu ke kota lainnya. Alhamdulillah, puji dan syukur hanya milikMu, ya Allah. Mohon catatan dan koreksinya.
Wallahu a'lam bi showab
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat pagi, salam sehat, solid, speed, smart
Jambi, 10 September 2025
Dr. Chazim Maksalina, M.H.
Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas