Beberapa Keunikan Dalam Pemeriksaan Perkara PA Sengeti (17/10/2013)
PA SENGETI - Beberapa waktu lalu, Bunga binti Jono (nama samaran) mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama (PA) Sengeti. Seperti biasa, perkara tersebut diperiksa dan akhirnya diputus oleh majelis hakim. Pada sidang pembuktian Bunga sebagai Penggugat menghadirkan 2 (dua) orang saksi, yaitu Jelita binti Joko (nama samaran) yang merupakan ibu kandung dari Bunga dan seorang saksi lain bernama Dara binti Jono yang tak lain adalah adik kandung Bunga. Pada sidang pembuktian di Pengadilan Agama, hal tersebut di atas lumrah terjadi, dimana orang tua kandung atau saudara kandung diperkenankan menjadi saksi-saksi.
Selang beberapa minggu kemudian, masuk lagi 1 (satu) permohonan cerai talak dari seorang suami yang bernama Jono bin Warjo terhadap isterinya Jelita binti Joko. Ya anda benar, pasutri berkonflik ini tak lain dan tak bukan merupakan orangtua kandung dari Bunga di atas. Selanjutnya, pada sidang pembuktian Jono menghadirkan saksi yaitu seorang aparatur desa dan lagi-lagi Bunga, anak kandungnya. Bila disimpulkan disini, Bunga terlibat dalam 2 perkara perkawinan sekaligus, pertama Bunga bercerai, lalu dilanjutkan dengan orangtua Bunga. Apakah rangkaian peristiwa di atas dapat berpengaruh terhadap keadaan psikis Bunga? Bunga seolah-olah berada di dalam pusaran konflik perkawinan.
Lagi, tak kalah unik dengan cerita di atas. Lebih kurang pada awal tahun 2013, ada 1 (satu) permohonan cerai talak yang diajukan oleh Satria bin Piningit (nama samaran) terhadap isterinya Melati binti Gading (nama samaran). Pada sidang pembuktian Satria tidak dapat menghadirkan saksi dan akhirnya majelis hakim menyatakan permohonan Satria ditolak. Selanjutnya, beberapa hari kemudian Melati yang sudah menaruh sakit hati terhadap Satria memutuskan untuk menggugat cerai langsung Satria bin Piningit. Dengan alasan-alasan yang benar dan terbukti, gugatan cerai Melati akhirnya dikabulkan oleh majelis hakim dengan putusan verstek. Padahal Melati sebagai Penggugat dalam persidangan berencana untuk menuntut hak-haknya. Namun apa daya, Satria yang tak pernah hadir dipersidangan, memupuskan harapannya.
Selanjutnya, pada awal September 2013, PA. Sengeti kembali menerima satu gugatan cerai dari seseorang yang bernama Kinanti binti Jabrik. Perempuan yang mengaku belum memiliki momongan ini menggugat cerai suaminya yang bernama Satria bin Piningit. Belakangan diketahui bahwa Satria seperti tersebut di atas mengaku sebagai jejaka hingga akhirnya dapat menikahi Kinanti. Padahal saat menikahi Kinanti, Satria masih berstatus suami yang sah dari Melati binti Gading. Yang menjadi pertanyaaan, kok bisa Satria menikahi perempuan lain, sedangkan ia sendiri masih terikat dengan pernikahan sah? Satria dipastikan tidak pernah memperoleh izin poligami dari PA. Sengeti, ataukah Satria memalsukan identitasnya? Disini dapat disimpulkan bahwa Satria bin Piningit terlibat dalam 3 (tiga) perkara sekaligus. Pertama sebagai Pemohon Cerai Talak, kedua sebagai
Tergugat dalam gugat cerai dan ketiga kembali sebagai Tergugat dalam gugat cerai. Ketiganya diterima, diperiksa dan diputus dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Apakah konsistensi Satria disini dapat diacungi jempol?
Rangkaian cerita di atas hanyalah merupakan sekelumit peristiwa-peristiwa hukum nan unik yang kerap terjadi dilembaga penegak hukum bernama Pengadilan Agama. Cerita di atas mungkin hanya dapat diuraikan oleh seorang aparatur pengadilan dengan jabatan strategis, seperti Meja 1 yang membantu merumuskan surat gugatan Penggugat/Pemohon sekaligus merangkap sebagai Jurusita Pengganti untuk gugatan yang sama pula. Cerita di atas diyakini jarang terjadi pada pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama lain. Semoga peristiwa di atas dapat membuka mata segenap aparatur Peradilan Agama diseluruh Indonesia untuk lebih teliti dan berhati-hati dalam menangani perkara yang masuk di Pengadilan Agama (Umarriadh B./Jurdilaga PA. Sengeti/PTA. Jambi)
Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas