Tantangan Pengadilan Agama Menghadapi Perkembangan Ekonomi Syari’ah
Oleh : M.HABIBULLAH, SE.I*
Lahirnya putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012 tentunya membanggakan warga peradilan agama karena mengukuhkan posisi pengadilan agama sebagai satu-satunya lembaga peradilan yang berwenang menyelesaikan sengketa syari’ah, namun dibalik itu ada tantangan tersendiri yang mesti dihadapi aparatur peradilan terutama hakim seiring perkembangan ekonomi syari’ah yang cukup pesat beberapa tahun belakangan ini.
Sebagaimana diungkapkan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial Dr. H. Ahmad Kamil, S.H., M.Hum saat memberikan pengarahan dalam rapat koordinasi Badilag dengan Ketua dan Wakil Ketua PTA/MSA seluruh Indonesia (baca:berita badilag.net) beliau mengingatkan warga peradilan agama agar tidak berlebihan dalam merespons putusan MK tersebut, boleh bangga namun tidak perlu tepuk dada.
Justru dengan adanya putusan tersebut warga peradilan agama harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, terutama dalam hal peningkatan kualitas SDM dan penyiapan peraturan yang berkaitan dengan sengketa ekonomi syariah.
Berpijak dari pemikiran tersebut timbul pertanyaan bagaimana sejauh mana perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia? Tantangan-tantangan apa saja yang harus dihadapi pengadilan agama?. Dalam artikel kali ini akan kita coba untuk membahasnya.
- Perkembangan Ekonomi Syari’ah
Maraknya bisnis berbasis syari’ah saat ini kian membuktikan perkembangan perekonomian syariah yang mengalami kemajuan pesat dan menggembirakan. Hal tersebut tidak terlepas dari menurunnya tingkat kepercayaan dunia terhadap sistem ekonomi kapitalis yang rentan terhadap krisis moneter.
Berdasarkan pengamatan penulis setidaknya ada 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia yaitu :
- Pertumbuhan Perbankan Syariah
Tidak bisa dipungkiri jika Perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan perbankan syari’ah. Menurut statistik Bank Indonesia, perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariahberkisar 40-45 persen per tahun.
Sejak Bank Muamalat Indonesia (BMI) berdiri dan mulai pada beroperasi 1 Mei 1992, pertumbuhan perbankan syariah terus meningkat tajam. Dari 1 bank umum syariah dan 78 BPRS pada 1998, menjadi 3 bank umum syariah dan 17 bank umum yang membuka Unit Usaha Syariah (UUS) dengan 163 kantor cabang, 85 kantor cabang pembantu, dan 136 kantor kas, serta 90 BPRS pada akhir 2005.
Kini, menurut data Statistik Perbankan Syari’ah yang dirilis Bank Indonesia(BI) melalui situs www.bi.go.id per oktober 2012 sudah ada 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS), dan 156 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Jumlah jaringan kantor meningkat dari 1.692 kantor di tahun 2011 menjadi 2.574 kantor di tahun 2012 atau meningkat 25,31%.
Aset perbankan syariah saat ini sudah mencapai Rp 179 triliun atau sekitar 4,4 persen dari aset perbankan nasional. Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp 137 Triliun. Total pembiayaan yang disalurkan perbankansyariah sebesar Rp 139 Triliun, melebihi jumlah DPK. Hal ini mengindikasikanFinancing to Deposit Ratio (FDR) perbankansyariahdi atas 100 persen.
Jumlah nasabah pengguna perbankan syariah sendiri dari tahun ke tahun meningkat signifikan, dari tahun 2011-2012 tumbuh sebesar 36,4 persen. PadaOktober 2012, jumlah nasabah bank syariah mencapai 13,4 juta rekening baik nasabah DPK maupun nasabah pembiayaan. Hal ini melonjak dibandingkan tahun 2011 di mana jumlah pemilik rekening sebanyak 9,8 juta nasabah.
2. Pertumbuhan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan non bank berbasis syari’ah
Faktor yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi syari’ah adalah bertambah luasnya ragam bisnis berbasis ekonomi syariah. Bukan hanya bidang perbankan, tapi juga memasuki wilayah pasar modal, saham, asuransi, pegadaian, dan lain-lain.
B. Perkembangan Produk Syariah di Pasar Modal
Berdasarkan Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapaepam-LK) tahun 2012 produk syari’ah di pasar modal mengalami peningkatan.
Sukuk, selama kurun waktu tahun 2012 terdapat penerbitan 6 sukuk yang telah memperoleh Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK yaitu Sukuk Mudharabah II Mayora Indah Tahun 2012, Sukuk Ijarah Indosat V Tahun 2012, Sukuk Subordinasi Mudharabah Berkelanjutan I Tahap I Bank Muamalat Tahun 2012, Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I ADHI Tahap 1 Tahun 2012, Sukuk Ijarah Sumberdaya Sewatama I Tahun 2012, dan Sukuk Ijarah Aneka Gas Industri II Tahun 2012.
Total nilai emisi penerbitan sukuk tersebut sebesar Rp 1,86 triliun. Sampai dengan akhir Desember 2012, jumlah sukuk yang beredar mencapai 33 sukuk sehingga proporsi jumlah sukuk mencapai 9,85% dari total jumlah Sukuk (Obligasi Syariah) dan obligasi yang beredar sejumlah 335.
Namun demikian, dari 33 sukuk yang beredar, terdapat 3 Sukuk dengan status default yaitu Sukuk Ijarah Berlian Laju Tanker Tahun 2007, Sukuk Ijarah Berlian Laju Tanker II Tahun 2009 Seri A dan Sukuk Ijarah Berlian Laju Tanker II Tahun 2009 Seri B.
Secara kumulatif, sampai dengan akhir Desember 2012 jumlah sukuk yang diterbitkan telah mencapai 54 sukuk dengan total nilai emisi sukuk mencapai Rp 9,79 triliun.
Ditinjau dari nilai nominal sukuk yang beredar sampai dengan akhir Desember 2012, nilai nominal sebesar Rp 6,98 triliun atau meningkat sebesar 15,8% dari nilai nominal akhir tahun 2011 yaitu sebesar Rp 5,88 triliun.
Reksa Dana, selama kurun waktu 2012 terdapat penerbitan 12 Reksa Dana Syariah yang memperoleh Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK yaitu Mandiri Protected Dynamic Syariah Seri 1, BNIAM Proteksi Syariah Grenada Seri I, BNIAM Proteksi Syariah Grenada Seri II, BNIAM Proteksi Syariah Grenada Seri III, BNIAM Proteksi Syariah Grenada Seri IV, Panin Dana Syariah Saham, Panin Dana Syariah Berimbang, Bahana Syariah Protected Fund 1, Bahana Syariah Protected Fund 2, MNC Dana Syariah Kombinasi, MNC Dana Syariah Ekuitas, dan Danareksa Proteksi Syariah II.
Selain itu terdapat 3 Reksa Dana Syariah yang telah dinyatakan efektif bubar, yaitu Mega Dana Saham Syariah, Capital Syariah Fleksi, CIMB Islamic Sukuk I Syariah.
Secara kumulatif sampai dengan 26 Desember 2012 terdapat 59 Reksa Dana Syariah yang aktif. Apabila dibandingkan dengan total Reksa Dana, maka proporsi jumlah Reksa Dana Syariahmencapai 8,33% dari total 708 Reksa Dana aktif.
Ditinjau dari Nilai Aktiva Bersih (NAB), total NAB Reksa Dana Syariah pada 26 Desember 2012 mencapai Rp 7,95 triliun, meningkat 42,99% dari NAB akhir tahun 2011 yang berjumlah Rp 5,56 triliun. Apabila dibandingkan dengan total NAB Reksa Dana Aktif yang berjumlah Rp 191,04 triliun maka proporsi NAB Reksa Dana Syariah mencapai 4,16% dari total NAB Reksa Dana Aktif.
Indeks Saham syariah, pada tanggal 27 Desember 2012, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) ditutup pada 143,81 poin atau meningkat sebesar 14,72% dibandingkan indeks ISSI pada akhir Desember 2011 sebesar 125,35 poin. Sementara itu, kapitalisasi pasar saham yang tergabung dalam ISSI per 27 Desember 2012 sebesar Rp 2.431,39 triliun atau 59,41% dari total kapitalisasi pasar seluruh saham sebesar Rp 4.092,23 triliun.
Kapitalisasi pasar saham ISSI pada 2012 tersebut mengalami peningkatan sebesar 23,54% jika dibandingkan kapitalisasi saham ISSI pada akhir Desember 2011 sebesar Rp 1.968,09 triliun.
Pada saat yang sama, yaitu pada 27 Desember 2012 Jakarta Islamic Index (JII), ditutup pada 590,45 poin atau meningkat sebesar 9,95% dibandingkan pada akhir Desember 2011 sebesar 537,03 poin. Sementara itu, kapitalisasi pasar untuk saham-saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII) pada 27 Desember 2012 sebesar Rp 1.658,83 triliun atau 40,54% dari total kapitalisasi pasar seluruh saham sebesar Rp 4.092,23 triliun.
Selanjutnya, kapitalisasi pasar saham yang tergabung dalam JII pada 27 Desember 2012 tersebut mengalami peningkatan sebesar 17,23% jika dibandingkan kapitalisasi saham JII pada akhir Desember 2011 sebesar Rp 1.414,98 triliun.
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Sukuk Negara Ritel, sampai dengan 25 Desember 2012, terdapat Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Sukuk Negara Ritel tercatat di Bursa Efek Indonesia yang beredar sebesar Rp 88,76 triliun, atau meningkat sebesar 159,46% dibandingkan nilai outstanding akhir tahun 2011 yang sebesar Rp 34,21 triliun.
b. Asuransi Syariah
Selama periode 1 Januari s.d. 21 Desember 2012, Bapepam-LK telah melakukan analisis terhadap laporan keuangan syariah triwulan II Tahun 2012, laporan keuangan syariah triwulan III Tahun 2012 dan laporan keuangan syariah tahunan 2011.
Berdasarkan hasil analisis terhadap laporan keuangan triwulan III per 30 September 2012, diketahui jumlah asset, kewajiban dan modal sendiri industri asuransi syariah adalah sebagai berikut:
(dalam jutaan Rupiah)
No |
Keterangan |
Asuransi Jiwa |
Asuransi Umum |
Reasuransi |
Total |
1 |
Aset |
9.149.694 |
2.251.245 |
576.589 |
11.977.528 |
2 |
Investasi |
8.031.512 |
1.313.925 |
442.847 |
9.788.283 |
3 |
Non Investasi |
1.118.182 |
937.321 |
133.742 |
2.189.245 |
4 |
Kewajiban |
1.442.977 |
1.226.934 |
198.259 |
2.868.170 |
5 |
Modal Sendiri, Akumulasi Dana Tabarru’, & Akumulasi Dana Investasi Peserta |
7.672.736 |
1.015.893 |
346.236 |
9.034.864 |
(sumber siaran pers 2012 bapepam-LK)
c. Perusahaan Pembiayaan Syariah
Hingga akhir bulan Oktober 2012, terdapat 30 perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan pembiayaan syariah. Secara industri, pertumbuhan kegiatan pembiayaan syariah dapat dilihat pada tabel berikut:
(dalam miliar Rp)
Kegiatan Pembiayaan Syariah Netto |
||||||||
Periode |
Total Aset |
Piutang Murabahah |
Piutang Istishna' |
Piutang Salam |
Piutang Hiwalah |
Aktiva Ijarah |
Aktiva Ijarah Muntahiyah Bittamlik |
Aktiva Ijarah Musyarakah Muntanaqisah |
2007 |
473,5 |
273,8 |
- |
- |
- |
- |
27,2 |
- |
2008 |
556,1 |
396,4 |
- |
- |
6,9 |
- |
87,0 |
- |
2009 |
639,1 |
427,9 |
- |
- |
7,3 |
- |
105,6 |
- |
2010 |
2.364,7 |
2.014,9 |
- |
- |
7,3 |
11,6 |
114,9 |
- |
2011 |
4.295,1 |
3.726,0 |
- |
- |
3,1 |
8,9 |
206,5 |
- |
Jan-2012 |
4.303,5 |
3.777,1 |
- |
- |
3,1 |
8,8 |
222,6 |
- |
Feb-2012 |
4.373,0 |
3.842,2 |
- |
- |
3,1 |
8,8 |
240,0 |
- |
Mar-2012 |
4.629,0 |
4.038,2 |
- |
- |
7,2 |
8,8 |
243,5 |
- |
Apr-2012 |
5.845,9 |
4.166,8 |
- |
- |
7,2 |
37,9 |
1.102,1 |
- |
Mei-2012 |
5.948,2 |
4.049,1 |
- |
- |
7,2 |
37,2 |
1.120,0 |
- |
Jun-2012 |
6.405,1 |
4.308,2 |
- |
- |
4,3 |
36,9 |
1.138,7 |
- |
Jul-2012 |
10.730,1 |
7.814,9 |
- |
- |
- |
36,4 |
1.200,7 |
- |
Agust-2012 |
13.497,3 |
10.344,7 |
- |
- |
- |
36,1 |
1.136,7 |
- |
Sep-2012 |
16.310,5 |
13.037,1 |
- |
- |
- |
55,0 |
1.148,5 |
- |
Okt-2012 |
19.009,5 |
15.537,9 |
- |
- |
- |
53,9 |
1.153,2 |
- |
(sumber siaran pers 2012 bapepam-LK)
3. Munculnya komunitas-komunitas penggiat ekonomi syari’ah
Muncul-munculnya organisasi-organisasi penggiat ekonomi syari’ah turut juga memperngaruhi perkembangan ekonomi syari’ah. Organisasi ini aktif mensosialisasikan serta menerapkan ekonomi syari’ah kepada masyarakat. Organisasi-organisasi yang terkenal diantaranya :
a. Masyarakat Ekonomi Syari’ah (MES)
Organisasi ini dinamakan “Perkumpulan Masyarakat Ekonomi Syariah” yang disingkat dengan MES, sebutan dalam bahasa Indonesia adalah Masyarakat Ekonomi Syariah, dalam bahasa Inggris adalah Islamic Economic Society atau dalam bahasa arabnya Mujtama’ al-Iqtishad al-Islamiy, didirikan pada hari Senin, tanggal 1 Muharram 1422 H, bertepatan pada tanggal 26 Maret 2001 M. Di deklarasikan pada hari Selasa, tanggal 2 Muharram 1422 H di Jakarta.
Pendiri MES adalah Perorangan, lembaga keuangan, lembaga pendidikan, lembaga kajian dan badan usaha yang tertarik untuk mengembangkan ekonomi syariah. MES berasaskan Syariah Islam, serta tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia, sehingga terbuka bagi setiap warga negara tanpa memandang keyakinan agamanya.
Termasuk para Pendiri dan anggota Masyarakat Ekonomi Syariah, para ahli ekonomi Islam ternama diantaranya : Achmad Subianto, Aries Muftie, Arwin Rasyid, Iskandar Zulkarnain, Iwan P. Pontjowinoto, Nurdin Hasibuan, Saefuddien Hasan, Zainul Arifin, Adiwarman A. Karim, Zaim Uchrowi, Riyanto Sofyan, A. Riawan Amin, Sofyan Basir, Rudjito, Zainulbahar Noor, dl
b. Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) adalah organisasi para akademisi dan praktisi untuk melakukan pengkajian, pengembangan, pendidikan dan sosialisaasi Ekonomi Islam. IAEI dideklarasikan pada tanggal 3 Maret 2004 di Kampus Universitas Indonesia Salemba, setelah sehari sebelumnya menyelenggarakan Konvensi Nasional Ekonomi Islam di Istana Wakil Presiden RI, Jakarta.
IAEI dideklarasikan oleh para akademisi dan praktisi Ekonomi Islam di Indonesia. Tokoh-tokoh yang ikut menandatangani deklarasi IAEI, antara lain adalah : Burhanuddin Adullah (Gubernur BI), Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI KH Ma’ruf Amin, Ketua BAZNAS Achmad Subianto, Ketua PSTTI PPsTUI Mustafa Edwin Nasution, Pakar Ekonomi Unhas Prof. Dr. Halide dan Dirut BMI A. Riawan Amin.
c. Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI)
FoSSEI (Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam) dideklarasikan pada tanggal 13 Mei 2000, organisasi ini merupakan wadah bersama kelompok kajian ekonomi Islam di kalangan mahasiswa. Lebih dari 70 kelompok kajian ekonomi Islam yang berasal dari 70 universitas di Indonesia hadir dalam deklarasi organisasi ini.
B. Tantangan Pengadilan Agama
Menilik kian luas dan beragamnya pola bisnis berbasis syariah, secara otomatis akan menimbulkan banyaknya pula potensi sengketa, maka aspek perlindungan hukum menjadi penting diupayakan keberadaannya. Hal ini menjadi tanggung jawab Pengadilan Agama sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mutlak menangani perkara syari’ah.
Kewenangan ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi aparatur peradilan agama, terutama hakim. Para hakim ini dituntut untuk memahami segala perkara yang menjadi kompetensinya. Hal ini sesuai adagium ius curia novit yaitu hakim dianggap tahu akan hukumnya, sehingga hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih hukumnya tidak atau kurang jelas.
Keharusan hakim untuk selalu memperkaya pengetahuan hukum, juga sebagai sebuah pertanggungjawaban moral atas klaim bahwa apa yang telah diputus oleh hakim harus dianggap benar, res judikata pro veriate habetur. Sejalan dengan itu, setiap hakim pengadilan agama dituntut untuk lebih mendalami dan menguasai soal perekonomian syariah.
Muhaemin seorang pemerhati ekonomi syari’ah yang juga dosen UIN SGD Bandung melalui Republika online mengungkapkan beberapa hal penting yang menjadi 'pekerjaan rumah' para hakim pengadilan agama terkait perluasan kewenangannya dalam menangani sengketa perekonomian syariah.
Pertama, para hakim pengadilan agama harus terus meningkatkan wawasan hukum tentang perekonomian syariah dalam bingkai regulasi Indonesia dan aktualisai fiqh Islam.
Kedua, para hakim pengadilan agama harus mempunyai wawasan memadai tentang produk layanan dan mekanisme operasional dari perbankan syariah, lembaga keuangan mikro syariah, reksa dana syariah, obligasi dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah. Mereka juga harus memahami pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syaraiah, dan bisnis syariah.
Ketiga, para hakim agama juga perlu meningkatkan wawasan hukum tentang prediksi terjadinya sengketa dalam akad yang berbasis ekonomi syariah. Selain itu, perlu pula peningkatan wawasan dasar hukum dalam peraturan dan perundang-undangan, juga konsepsi dalam fiqh Islam.
Senada dengan pemikiran tersebut Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial Dr. H. Ahmad Kamil, S.H., M.Hum (badilag.net) menyatakan bahwa selain penyiapan SDM yang mumpuni, yang tidak kalah penting menurut Ahmad Kamil ialah penyiapan seperangkat aturan yang dapat digunakan hakim peradilan agama untuk memeriksa dan memutus perkara ekonomi syariah.
Saat ini peradilan agama telah memiliki KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah) sebagai hukum materiil. Sedangkan KHAES (Kompilasi Hukum Acara Ekonomi Syariah) sebagai hukum formil akan disahkan pada tahun 2014.
C. Kesimpulan
Kontribusi industri keuangan syariah memang masih kecil dibanding dominasi konvensional. Namun, tak bisa dipungkiri, tingkat pertumbuhannya amat pesat, dan terbukti tetap eksis kendati dihantam krisis moneter, bahkan krisis moneter yang melanda daratan eropa telah membuat para ekonom dunia mulai menaruh perhatian serius terhadap sistem ekonomi syari’ah.
Perkembangan bisnis berbasis ekonomi syari’ah yang cukup pesat secara otomatis akan meningkatkan potensi sengketa, hal ini memberi konsekuensi tersendiri bagi pengadilan agama. Selain harus memiliki hakim-hakim khusus yang kapabel dalam menangani sengketa ekonomi syariah, para hakim juga dituntut lebih responsif terhadap perkembangan manajemen peradilan yang lebih modern.
Tak hanya itu, dengan semangat reformasi birokrasi, peradilan agama juga harus tampil bersih, transparan, akuntabel, dan bisa memenuhi rasa keadilan serta kebenaran. Dengan demikian pengadilan agama akan mendapatkan apresiasi positif dari berbagai elemen masyarakat.
*Penulis adalah mantan karyawan Bank Syari’ah, kini bekerja di PA Bangko serta kru Jurdilaga PA Bangko.
Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas