Info Delegasi
Pengadilan Tinggi
Logo Pengadilan Tinggi Agama Jambi

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pengadilan Tinggi Agama Jambi

Jl. KH. Agus Salim, Kota Baru - Jambi

Telp. 0741-40131, Fax. 0741-445293, Email : ptajambi@yahoo.com

Logo Artikel

196 PETUAH RAMADHAN

Petuah Ramadhan

barmawi

Oleh: Drs. H. Barmawi Arief, MH (KPA Muara Sabak)

Pada suatu kesempatan Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut: “Betapa banyak orang yang berpuasa (shaum) tapi tidak mendapatkan apapun dari puasanya selain dari lapar dan dahaga belaka.” Ketika membaca hadist tersebut kita kaget dan tersentak sejenak. Bagaimana tidak, perjuangan menahan lapar dan haus serta hasrat biologis selama seharian, lalu divonis tidak bernilai apa-apa.

 

Bukan mustahil, ketika menilai kualitas puasa umatnya lalu  menyabdakan dalam hadist tersebut, karena suasana kejiwaan nabi dihinggapi rasa oleh sejumlah kekhawatiran. Di suatu sisi beliau mengetahui betul berbagai keutamaan Ranadhan, karena mendapatkan jaminan langsung dari Allah SWT.

Dengan sabdanya itu, seolah-olah Nabi ingin mengatakan bahwa banyak umatnya yang belum berhasil dan sukses dalam menjalani ibadah Ramadhan. Tapi yang paling utama adalah karena tidak memahami ibadah tersebut secara menyeluruh, baik aspek syariat dan kaifiyatnya (tata cara) maupun aspek hakikatnya (nilai/hikmah).

 

Metamorfosis kupu-kupu.

Untuk memperbesar peluang kesuksesan dalam menjalani ibadah Ramadhan, salah satu hal yang harus dilakukan adalah dengan memahami ukuran keberhasilan dari aktivitas puasa.

Dengan adanya ukuran yang jelas, seorang shaim/mat juga akan menjalani ibadahnya dengan perencanaan yang matang serta strategis dan efektif. Tentu saja, perangkat tujuan puasa ini hanya bisa dicapai dengan satu syarat mutlak yakni kesungguhan dari setiap mu’min yang menjalani puasa tersebut.

Kalau mu’min menjalani tanpa memahami ibadah tersebut, bisa jadi puasanya akan sia-sia. Sebab ia melakukannya hanya sekedar ikut-ikutan. Secara nilai, ukuran Ramadhan bisa dipetik dari hikmah ”puasa” yang dilakukan oleh ULAT TUMBUHAN. Tapi hikmah ini, terlepas dari kenyataan bahwa sebagai makhluk Allah yang bentuknya jelek dan merusak akan tetapi sebetulnya dia juga punya manfaat.

Ulat adalah hewan yang menjijikkan. Hampir semua orang takut, setidaknya ada rasa jijik bila melihatnya atau menyentuhnya. Bukan semata-mata karena ia memiliki rupa yang buruk, tetapi juga karena prilakunya yang Cuma bisa merugikan. Apalagi ia memiliki sejenis zat yang bisa membuat yang menyentuhnya menjadi gatal-gatal dan bentol-bentol.

Lihat saja, hidupnya dari hari ke hari hanya makan dan merusak. Daun-daunan rusak dan dan karananya tumbuhan pun jadi tidak bisa berkembang dengan baik. Siapa lagi kalau bukan ulat yang membuat buah-buahan menjadi busuk? Pendek kata, profesi ulat sebagai hama membuat semua orang membenci dan memusuhinya.

Namun garis hidup ulat yang negatif itu tidak berlangsung seterusnya demikian. Dalam kehidupannya, ia akan mengalami perubahan. Bukan sekedar perubahan kecil, tapi bahkan perubahan ekstrim yaitu dengan menjadi kupu-kupu. Dalam ilmu biologi perubahan ini disebut dengan metamorfosis.

Proses yang ditempuh dalam menjalani perubahan itu adalah dengan melakukan puasa. Caranya adalah dengan membuat kepompong. Kemudian ia masuk kedalam kepompong itu. Selama beberapa waktu ia menahan dirinya dari makan dan beraktifitas. Ia tidak lagi melakukan pengrusakan dan membuat orang jijik. Apa yang terjadi kemudian?

Setelah beberapa lama, ia keluar dari kepompong itu dengan keadaan diri berubah 180 derajat. Subhanallah. Terjadi perubahan yang luar biasa. Wujud penampilannya setelah berpuasa total. Dari diri yang sama, yang sebelumnya buruk dipandang, ia berubah menjadi makhluk yang sangat Indah dan Menyenangkan.

Bukan Cuma itu setamat dari ”pendidikan” di dalam kepompong, ia juga tidak lagi berprilaku buruk. Sebaliknya ia menjadi makhluk yang sangat berjasa. Ke mana-mana ia selalu menebar manfaat yakni dengan membantu penyerbukan tumbuh-tumbuhan yang merupakan regenerasi.

Si kupu-kupu, yang jati dirinya tetap seekor ulat itu, setelah berpuasa kini menjadi dinamis kehidupannya. Hinggap kesana kemari beramal shalih. Ia tidak menghampiri suatu tempat kecuali tempat yang baik, yakni bunga-bunga. Hobi dan kecendrungannya berubah drastis menjadi selera yang hanya menyenangi yang baik-baik saja.

Kini, si ulat juga bisa terbang tinggi meninggalkan dunia masa lalunya yang rendah. Dengan demikian ia juga memiliki wawasan dan alam pikiran yana luas. Cara berfikirnya tidak lagi sempit dan prilakunya tidak lagi merusak. Akankah kita mampu melebihi seekor ulat setidaknya sama atau mungkin lebih rendah dari itu ? Subhanallah...

Begitulah pula seorang mu’min yang berpuasa. Ia seperti halnya seokor ulat yang sedang mengubah diri dan kehidupannya. Hasil perubahan yang dialami si ulat dengan menjadi kupu-kupu ini, Bagi seorang mu’min bisa dijadikan ukuran dalam menjalankan ibadah Ramadhannya.

Dengan demikian, seusai Ramadhan seorang mu’min seharusnya akan memiliki eksistensi diri yang sama sekali berbeda dengan sebelum memasuki Ramadhan. Seperti halnya si ulat, setelah Ramadhan ia akan memiliki penampilan yang indah, dalam arti segala ekspresi dirinya baik itu berpakaian, berucap, bergaul, beraktivitas, dan lain-lainnya, akan menjadi lebih indah dipandang mata.

Setelah sebulan penuh berada dalam ”kepompong” Ramadhan ia juga menjadi seorang yang dinamis dan produktif serta bersinergik, sehingga berpikir  jauh ke depan (visioner). Cakrawala beraktivitasnya luas karena itu juga sikapnya bijaksana dan dewasa. Dan yang paling penting, seperti halnya kupu-kupu yang bisa terbang tinggi, si mu’min yang menjalani Ramadhan ini juga dapat ”terbang” ke ”langit” ilahiyah. Artinya ia menjadi lebih dekat dengan Allah yang terlihat ibadahnya tekun dan khusyuk.

Semoga dapat kita jadikan sebagai mau’izah, Amin.....Amin........Allahumma Amin.........Ya Robbal “Alamin...

A’lamu bishshawab...


Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas