Maulud Nabi
Enam hari yang lalu tepatnya hari Jum'at 5 September 2025, adalah hari bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1447 H dan kalender nasionalpun menandai dengan tanggal merah, yang berarti hari itu adalah hari libur nasional. Hanya di Indonesia, satu-satunya negara yang terlibat secara langsung memperingati kelahiran nabi termulia Muhammad SAW yang pernah diutus untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman. Tidak seperti di Indonesia, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW tidak dirayakan secara meriah di Arab Saudi.
Kerajaan Arab Saudi tidak secara resmi merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW karena perbedaan pemikiran sesuai madzhab dan ajaran resmi negara tersebut. Madzhab resmi yang diyakini oleh Arab Saudi adalah Hanabilah, pengikut Imam Hanbali namun citra negara ini tidak lepas dari citra ajaran Salafi-Wahabi.
Wahabi merupakan ajaran yang berpegang pada Al-Quran-Hadits, yang ingin memurnikan dan mengembalikan Islam seperti di zaman Nabi Muhammad SAW dan tiga generasi setelahnya.
Larangan akan perayaan Maulid Nabi sempat disampaikan oleh seorang mufti agung, Syeikh Abdul Aziz Al-Asheikh, yang mengatakan bahwa maulid itu adalah praktik tahayul yang dimasukkan secara ilegal ke dalam agama, dikutip dari Arab News.
"Itu adalah bid'ah (inovasi agama yang berdosa) yang masuk ke dalam Islam setelah tiga abad pertama ketika para sahabat dan penerus para sahabat masih hidup," ungkap Syeikh.
Menanggapi tindakan Arab Saudi, seorang pakar kajian Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Sya'roni Rofii, menilai bahwa ajaran Wahabi sangat ketat dan menolak berbagai inovasi karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam atau bid'ah.
"Saudi dengan Wahabinya sangat ketat dan menolak segala bentuk akulturasi Islam dan kebudayaan (bid'ah)," kata pakar kajian Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Sya'roni Rofii, beberapa waktu lalu.
Wahabi melekat dalam diri Saudi karena pendiri paham ini, Muhammad bin Abdul Wahhab, berkontribusi dalam membangun negara teokrasi atau berbasis agama dalam hal ini Islam.
Berbeda dengan di Indonesia, Maulid Nabi Muhammad SAW dirayakan oleh hampir semua umat Islam. Di beberapa tempat maulud bahkan dirayakan meriah. Maulud Nabi juga dinyatakan sebagai hari libur nasional oleh pemerintah.
Mengutip laman TRT World televisi berita internasional 24 jam berbahasa Inggris berpusat di Istanbul Turki, sejumlah negara Muslim di jazirah Arab ikut memeringati Maulud Nabi. Bahkan, beberapa di antaranya juga menjadikan momen tersebut sebagai hari libur nasional seperti Indonesia.
Namun, hal ini akan sedikit berbeda dengan negara yang lebih konservatif seperti Arab Saudi dan Qatar. Mereka melarang perayaan sejenis Maulud Nabi SAW dengan alasan tidak adanya catatan yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW dulunya juga merayakan momen kelahirannya.
Di sisi lain, negara Timur Tengah yang memperingati Maulud Nabi juga biasa mengadakan berbagai kegiatan. Misalnya, seperti menghias jalan-jalan setempat, berbagi makanan kepada masyarakat, hingga mengadakan forum untuk belajar banyak hal terkait kehidupan Nabi beserta ajarannya.
Kesimpulannya adalah peringatan Maulid Nabi ditanggapi secara beragam di negara Arab. Ada sebagian negara Arab yang merayakan Maulid Nabi, namun ada juga sebagian lain yang juga melarangnya dengan berbagai alasan.
Pembicaraan mengenai Maulid Nabi SAW sudah ada sejak ulama-ulama abad pertengahan, semisal Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Nawawi, dan lain-lain.
Sebagian mereka menguatkan kebolehan penyelenggaraan acara tersebut. Sebagian yang lain menafikannya. Jika imam-imam ahli Islam sudah berselisih, tentu umat yang di bawah lebih banyak lagi perselisihannya karena masing-masing merasa mendapatkan legitimasi dari ulama-ulama mu’tabar (kredibel) demikian salah satu pendapat seorang penulis.
Umumnya, argumentasi pro-Maulid Nabi SAW ialah, dalam Alquran dan Sunnah terdapat sejumlah dalil yang mendukung pelaksanaan perayaan itu. Lagi pula, peringatan tersebut sudah jamak dilaksanakan kaum Muslimin di pelbagai penjuru dunia selama ratusan tahun. Dengan perkataan lain, ia sudah dianggap sebagai ijma’ul ummah (kesepakatan umat).
Adapun yang tidak merayakan Maulid Nabi menyandarkan pendapatnya pada keterangan, tidak ada riwayat bahwa imam-imam madzhab fikih, para ulama generasi tabiin, tabiit tabiin, sahabat Nabi dan bahkan Rasulullah SAW sendiri tidak merayakan hari kelahirannya.
Yang perlu digarisbawahi ialah, kedua belah pihak pastilah menyimpan rasa cinta yang begitu tulus terhadap Nabi Muhammad SAW. Lisan mereka mengucapkan shalawat saat nama beliau diucapkan. Dari hati yang terdalam pun, mereka sama-sama berharap, kelak memperoleh syafaat beliau pada hari akhir. Alhasil, perbedaan pendapat itu hendaknya disikapi dengan bijaksana agar umat tetap bersatu dalam ikatan ahlus sunnah wal jama’ah.
Kita patut berbangga bahwa dalam kenegaraan, Indonesia adalah satu-satunya negara yang memperingati dan merayakan maulud Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan di istana negara. Oleh karena itu sebagai institusi negara mari seluruh warga Pengadilan Tinggi Agama menyambut maulud Nabi dengan meningkatkan sholawat, mengejar syafaat untuk bekal menuju akhirat .
Wallahu a'lam bi showab
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat pagi, salam sehat, solid, speed, smart
Jambi, 11 September 2025
Dr. Chazim Maksalina, M.H.